Hamka sang guru Bangsa
Sejarah panjang
bangsa Indonesia tidak bisa dilepas daripada kontribusi para tokoh-tokoh besar
pada masa perjuangan melepaskan diri dari penjajahan Belanda maupun Jepang.
Para Pemuda pada zaman itu tak serta merta ingin tunduk kepada para penjajah.
Para pemuda bekerja dari banyak lini seperti Jurnalistik, Sastra, Diplomasi,
Militer dan juga sektor-sektor penting lainya.
Namanya aslinya
adalah Abdul Malik Karim Amrullah atau
seterusnya dikenal sebagai Buya Hamka lahir di Agam, 17 Februari 1908.. Di
usia yang cenderung muda Hamka sudah merantau ke Jawa dan mulai belajar kepada
tokoh pergerakan politik islam pada zaman itu seperti H.O.S Tjokroaminoto, H.
Fakhruddin, Ki Bagus Handikusomo dll. Dia bergabung dengan pergerakan
Muhammadiyah dan mengembangkan Muhammadiyah di tanah kelahiranya di Sumatra. Hamka
pergi ke Makkah untuk memperdalam bahasa Arab. Sepulang ke tanah air ia
berkerja dı bidang jurnalistik, karya-karyanya membuat nama Hamka melambung
sebagai seorang sastrawan.
Namun tak banyak yang tau pada waktu
mudanya Hamka juga merupakan prajurit dan pesilat yang juga ikut turun ke medan
perjuangan. Dia adalah pendiri Barisan Pengawas Nagari dan Kota (BPNK) yang
merupakan gerakan terbesar gerilyawan di Sumatra Barat. Pada tahun 1950 Hamka membawa keluarga
kecilnya ke Jakarta. Meski mendapat pekerjaan di Departemen Agama, Hamka mengundurkan
diri karena terjun di jalur politik. Pada pemilu 1955, Hamka
terpilih mewakili partai Masyumi untuk duduk dalam Konstituante. Walaupun pada
akhirnya partainya dibubarkan sang Plokamator dengan dekret Presiden 5 Juli
1959. Hamka
menerbitkan majalah Panji Masyarakat yang berumur
pendek, dibredel oleh Soekarno setelah menurunkan tulisan Hatta berjudul "Demokrasi
Kita". Hamka juga terkenal keras dalam
menentang paham komunisme yang tumbuh subur pada masa orde lama, Oleh karena
itu Hamka diserang karya-karyanya dan pada akhirnya Hamka bahkan sempat
mendekam dalam penjara di tahun 1964 dan dibebaskan setelah rezim orde lama
tumbang. Hamka bahkan merampungkan mahakaryanya Tafsir
Al-Azhar pada masa penahananya.
Pada masa orde baru Hamka mengisi
waktunya dengan membangun kegiatan dakwahnya di Masjid Agung Al-Ahzar. Ia juga
secara rutin mengisi pengajian di RRI dan TVRI. Pada pertengahan tahun 1970-an
hamka terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
pertama yang baru dibentuk di tahun yang sama. Hamka juga terkenal dengan
pendirianya yang sangat kuat. Hal dapat itu dibuktikan dengan tidak bisanya di
intervansi oleh pemerintah saat itu karena Buya Hamka tidak mau menarik fatwa
ucapan selamat Natal dengan dalih toleransi. Hamka memilih untuk mundur dari
jabatanya di Majelis Ulama Indonesia. Hamka juga terkenal dengan Seorang Ulama
yang tak memiliki dendam. Ia mengimami jenazah sahabat dan juga bapak
Proklamator Ir. Soekarno yang dikenal sangat bertentangan dengan Hamka terutama
ketika ideologi komunis sedang menjamur di Indonesia yang bahkan membuat
keluarga Buya Hamka seperti dimiskinkan oleh rezim saat itu. Peikiran Buya
Hamka yang berlian dan relevan di segala zaman membuat Hamka tidak jarang
dijuluki ulama Modernis kontemporer.
Sang guru Bangsa meninggal di hari Jumat
4 Juli 1981 pukul 10:37
WIB dalam usia 73 tahun. Jenazahnya disemayamkan di rumahnya di Jalan Raden
Fatah III. Sejak 2011, ia ditetapkan
sebagai Pahlawan
Nasional Indonesia. Namanya diabadikan untuk perguruan tinggi Islam
di Jakarta milik Muhammadiyah, yakni Universitas
Muhammadiyah Hamka.
Banyak sekali pelajaran yang dapat diambil dari seorang Hamka. Sudah sepatutnya
kehidupan Hamka harus dipelajari terutama oleh para pemuda Muslim di Indonesia.
Pemuda islam harus terus mengepakkan sayap-sayap kebajikan di seluruh penjuru
dunia demi memperkenalkan Islam yang rahmatan lil alamin.

0 komentar:
Posting Komentar